Pendidikan
merupakan hak setiap warga Negara Indonesia, dengan tujuan agar menjadi menjadi
manusia Indonesia yang baik secara
akhlak, unggul dalam mutu dan bertanggung jawab dalam tindakannya, karena dalam
pendidikan dibekali dengan soft skill dan hard skill serta ditanamkan pula jiwa
nasionalis dan watak pancasila. Dengan demikian
diharapkan Indonesia akan maju dengan warganya yang memiliki segala kelebihannnya,apalagi
untuk saat ini telah diwajibkan pendidikan 12 tahun, hal ini diharpakan
pendidikan merangkul semua kalangan baik kalangan atas maupun kalangan bawah.
Namun pada kenyataannya
tujuan dan harapan itu masih terlalau jauh untuk diwujudkan, pendidkan yang
diharapkan dapat dijangkau oleh semua kalangan kenyataannya yang dapat menikmati
pendidikan hanya mereka yang mampu secara finansial, hal ini mungkin tidak
sepenuhnya salah pemerintah yang menyelenggarakan pendidikan denga biaya tinggi
sehingga tidak dapat dijangkau oleh
semua lapisan masyarakat , namun terkadang paradigma masyarakat sendidri yang
salah, bagaimana isu-isu berhembus di tengah masyarakat yang notabenenya
berpengetahuan sempit. Mereka menganggap pendidikann merupakan barang mahal
yang tidak dapat dibeli oleh semua orang, sehingga mereka yang berekonomi bawah
akan merasa minder untuk memasuki area pendidikan di samping itu pandangan
masyarakat tentang perempuan yang menurutnya wanita tidak perlu berpendidikan
tinggi karena ujung-ujungnya wanita hanya akan jadi ibu rumah tangga.
Apakah apabila seorang wanita yang perpendidikan
tinggi terus menjadi seorang ibu rumah tangga
merupakan sebuah kesalahan ataup kegagagalan dalam pendidikan? Padahal apabila seorang wanita
yang berpendidkan tinggi menjadi seorang ibu rumah tangga maka dia akan menjadi
seorang ibu rumah tangga yang hebat, yang dapat mengikuti perkembangan zaman
dalam dunia ilmu pegetahuan dan tegnologi sehingga mampu mendidk anaknya dengan
baik yang dapat mengarahkan dengan segala pengalaman yang telah diperoleh
melalui dunia pendidikan., namun kebayakan orientasi dari pendidkan yang ada
baik laki-laki maupun perempuan adalah dengan semakin tinngi ijazah terakhir
yang mereka dapat harapannya adalah semakin baik pula pekerjaan yang yang
didapat dan semikakin tinngi gaji yang di dapatkan.
Isu-isu
itu terus berkembang di masyarakat, sedangkan untuk kalangan menengah keatas
mengggap pendidkan merupakan sebuah prestise, yang apabila semakin tingggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin tingggi pula derajatnya di
masyarakat, di samping itu kalangan ini hanya akan memilih sekolah tertentu
yang seolah telah menjadi sebuah komunitas kaum elit yang biayanya selangit
sehingga kalangan bawah tidak akan mampu menembusnya, demi merebutkan satu
kursi bangku sekolah ataupun bangku kuliah
mereka merelakan uang jutaan melayang, hal ini terlihat pendidkan sama dengan
bisnis pelelangan, bagi mereka yang berani harga tinggi maka dialah yang akan
berhak mendapatkan pendidkan di sekolah tersebut yang didalmanya dilengkapi
segala fasilitas yang memanjakan peserta didik, dan dilengkapi pula pendidik
yang berkualitas dengan dilambangkan sekolah atau kampus yang megah sedangkan
mereka yang kalangan bawah hanya akan bisa mendiami sekolah kecil dipinggiran
dengan segala keterbatasan pendidik dan fasilitasnya.
Kesenjangan begitu
terlihat dalam dunia pendidikan, yang seharusnya jurang pemisah antar kalangan
ini dipersempit, dengan beberapa tindakan seperti dengan pemerataan guru/
pendidik, mereka yang berkualitas tidak hanya ditempatkan disekolah yang sudah
maju, namun ditempatkn di sekolah kurang maju untuk memajukan sekolah yang
kurang maju tersebut, disamping itu status-status sekolah (SBI, RSBI, SSN, dll)
disinyalir sebagai penyumbang dalam perluasan jurang pemisah antara kalangan,
yang biasanya semakin tinggi status sekolah maka akan semakin mahal biayanya,
apabila demikian lebih baik status-status itu dihapuskan dan semua diratakan, dan diharapkan
keterbukaan dalam penerimaan peserta didik sehingga mereka yang memiliki
kemampuan dapat memilih sekolah yang diinginkan dengan biaya terjangkau.
Dengan
segala kelebihan dan kekurang yang ada baik sekolah favorit maupun sekolah
pinggiran, kualitas dari pesrta didik sendiri
masih sangat diragukan, bagaimana tidak, dari kebanyakan orientasi dari mekeka
adalah hasil akhir atau nilai, padahal yang terpenting dari sebauh pendidikan
adalah prosesnya, bagaimana proses inilah yang akan berdampak dalam jangka
panjang, dari proses inilah peserta didik akan ditransfer ilmu pengetahuan dan
ketrampilan yang akan bermanfaat saat mereka terjun dalam dunia masyarakat.
Namun karena orientasi mereka adalah hasil akhir mereka tidak memntingkan
proses yang terjadi, mereka menghalalkan
segala cara demi hasil akhir yang akan meraka capai sesuai harapan, padahal
nilai hanyalah sebuah hitam di atas putih dan apalah arti sebuah nilai apabila kita
dapat bertindak, hal ini menyebabkan kecurangan merebak dimana-mana baik kalangan
siswa maupun mahasiswa dan sudah tidak menjadi rahasia umum lagi dan bahkan
terkadang sudah terbentuk menjadi sebuah system apalagi dengan kecangggihan
tegnologi yang begitu maju dan modern, kecuranganpun mengikutii arus
perkembangan zaman dengan memanfaat tegnologi tersebut. Kita dapat melihat
faktanya, ketika akan menghadapi Ujian Nasinal(UN) terjadilah sebuah
pencontekan masal, yang hal ini sudah diketahi oleh pihak sekolah namun meraka
tetap membiarkan hal itu terjadi bahkan terkadang mendukungnya agar nama baik
sekolah terjaga dan meningkatkan status sekolah apabila sekolah dapat
meluluskan siswanya 100%, bagitu juga dengan mahasiswa, meraka yang mengecam koruptor
dan menjadi penentang korupsi di tububuh
pemerintah namun meraka sendiri juga tidak jauh berbeda, saat ujian berlangsung
meraka menyontek dengan tenang, baik secara manual maupun dengan bantuan
tegnologi, baik secara individu maupun secara masal, bukan kah hal ini juga
bibit-bibit korupsi yang tumbuh dalam jiwa seseorang?.
Koruptor tidak hanya
meraka yang mencuri uang Negara yang bermilyar-milyar, namun hal diatas juga
merupakan tindakan korupsi, tidak
malukah kita yang hanya dapat berbicara namun tidak dapat menerapkan
untuk diri sendiri?, tindakan yang kurang baik yang terlangsung berlanjut dalam
dunia pendidikan akan membentuk pola hidup peserta didik dan akan menjadi budaya
dalam diri peserta didik yang akhirnya akan menjadi kepribadin yang akan
terbawa sampai meraka terjun dalam masyarakat. Bibit-bibit tersebut akan tumbuh
dan berkembang, karena dengan kebiasaan masa lalunya ketika masih menjadi peserta didik, maka tidak heran berbagai
tindakan-tindakan menyimpangpun dilakukan dan parahnya ketika mereka menjadi
petinngi Negara yang seharusnya melindungi dan memberi contoh yang baik untuk
rakyatnyan tapi mereka melakukan tindakan-tindakan yang merugikan rakyat
seperti tindakan korupsi yang menguras kekayaan Negara yang seharusnya untuk
mensejahterakan rakyat, di samping itu
prilaku mereka yang hedonis dan sangat memamerkan kekayaan mereka, satu sisi
mereka memberikan contoh yang tidak baik bagi rakyatnya dan menimbulkan
kecemburuan social, disisi lain dia adalah penghancur Negara sendiri, itulah
wajah pendidikan Indonesia yang terkesan gagal dalam mendidik putra putri
Indonesia. Merekayang diharapkaan mampu memajukan Negara Indonesia di kancah
Internasional justru menghancurkan nama Indonesia di mata Internasional, moral
dan tindakan mereka tidak mencerminkan mereka orang berpendidikan hanya
penampilan mereka yang terlihat sangat eksklusif.
Sebagai
generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan estafet roda pemerintahan dan
penoreh sejarah seharusnya kita harus sudah mulai menyipakan diri untuk menjadi
penoreh sejarah dengan tinta emas bukan menjadi kabut gelap yang menyelimuti
bumi pertiwi. Sudah selayaknya kita memantaskan diri untuk menjadi raja
dinegeri sendiri dengan memperbaiki kualitas diri sendiri melaui pendidikan, dengan
tidak hanya berani berbicara namun harus juga berani bertindak, tidak hanya
menjadi pengonsep tapi menjadi pelaku, tidak hanya menjadi penasihat namun pemberi
contoh demi kejayaan Indonesia, sudah saatnya pendidikan menjadi penjara suci
yang dapat dimasuki oleh siapa saja tanpa ada perbedaan dan siapa saja yang
keluar dari penjara suci itu akan menjadi manusia bermartabat tinggi siap
berjuang demi bangsa negaranya sesuai yang diinginkan yang mapu mewujudkan
tujuan nasional Indonesia, amanat UUD Negara Republik Indonesia tahun 19945 dan
bermoral pancsila.
Seharusnya
pendidikan di Indonesia, maidset dari anak didik maupun pendidiknya haruslah di
ubah, mereka jangan lagi berorientasi pada hasil yang akan dicapai melainkan
bagaimana proses pencapain hasil tersebut yang diutamakan, bukanlah hasil baik
diakhir tapi baik ketika dalam proses pembelajaran, sehingga diharapkan peserta
didik dapat menggali ilmu sedalam-dalamnya dengan proses yang baik dan benar
dan pada akhirnya hasil baikpun mengikutinya.
Disamping
itu hendaknya ditanamkan nilai-nilai yang baik dalam proses pembelajaran,
seperti jujur dan disiplin. Dilihat dari kebiasaan yang ada kedua nilai
tersebut sangat lah diabaikan sehingga ketika sudah keluar dari dunia pendiikan
maka akan terbiasa dengan ketidak jujuran dan ketidaak disiplinan yang sangat
merugikan bagi masyarakat.
Sudah
saatnya Indonesia bangkit dari ketertinggalan di bidang dunia pendididkan, dan
saatnya Indonesia menciptakan dunia pendidikan yang bersih yang berorientasi
pada prosesnya, di samping itu untuk menciptakan peserta didik yang handal
hendaknya disiapkan dengan skill bahasa asing yang memadai dan kemampuan IPTEK
yang tinggi yang dapat dipertanggung jawabkan sehingga tidak dimanfaatkan untuk
hal yang negative.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar